Selasa, 21 Desember 2010

Pendidikan Agama Tidak Masuk UN

JAKARTA(SINDO) – Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) memutuskan tidak memasukkan pendidikan agama ke dalam mata pelajaran yang diujikan pada Ujian Nasional (UN).

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendiknas Mansyur Ramli mengatakan, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) No 19 tentang Standar Pendidikan Nasional, pendidikan agama tidak dapat dimasukkan dalam UN. Sebab,mata pelajaran yang masuk dalam UN hanya pelajaran golongan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika Kementerian Agama (Kemenag) menginginkan ujian pendidikan agama secara serentak lengkap dengan kisi-kisi dan standar kompetensi lulusan (SKL) yang sama secara nasional,hal itu masuk dalam ujian sekolah,bukan UN.

”Penggabungan nilai UN tidak akan memasukkannilaipendidikanagama,” tegas Mansyur di Jakarta kemarin. Mansyur mengungkapkan, pemerintah telah menyerap aspirasi masyarakat dengan membuat formula baru UN untuk kelulusan siswa.Formula baru itu akan menggabungkan nilai ujian sekolah dan UN agar kelulusan siswa tidak hanya dipatok oleh UN saja. Nilai akhir ujian sekolah saat ini didapat dari penggabungan nilai ujian sekolah dan nilai rapor dari semester 1–6 dengan bobot tertentu.

Untuk ujian sekolah, kata Mansyur,diharapkan sekolah yang melakukan pengujian terhadap 13 mata pelajaran atau lebih.Baik itu dalam bentuk ujian tertulis maupun esai atau uji laboratorium. Bobot nilai kelulusan siswa saat ini masih dibahas pemerintah. ”Tinggal menunggu peraturan menteri. Akan selesai minggu ini,”ujarnya. Hal senada diungkapkan anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Mungin Edy Wibowo.

Menurut dia, pendidikan agama hanya akan diujikan secara nasional pada ujian sekolah dan bukan pada UN. Mata pelajaran yang diujikan pada UN, jelasnya, hanya ada enam mata pelajaran, yakni matematika, bahasa Indonesia, bahasa Inggris,dan tiga mata pelajaran lain sesuai jurusan IPA, IPS,atau bahasa. Pakar pendidikan Arief Rachman mengatakan, UN bukanlah semata-mata soal mata pelajaran.

Menurut dia,ada dua hal terkait pelaksanaan UN tahun depan. Pertama, UN yang akan diujikan kepada siswa sekolah tidak boleh untuk menguji sistem pendidikan sepertitahunsebelumnya. Namun,UN harus diujikan sesuai dengan standar norma.Kedua, UN harus memperhitungkan mutu dan keadilan. Karena itu, UN tidak boleh hanya menjadi penentu kelulusan siswa.

Sementara itu,pakar pendidikan dari Universitas Paramadina Utomo Danandjaya tetap menolak diadakan UN. Terlebih, ujarnya, Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan keputusan menolak UN dengan Pasal No 256 tanggal 14 Desember 2009 lantaran UN tidak memenuhi hak pendidikan dan hak anak.”Tidak benar UN sebagai satu-satunya tolok ukur pendidikan,”tandasnya. Pengujian soal UN yang hanya menggunakan pilihan ganda juga tidak dapat menilai mutu siswa.

Apalagi, perkembangan soal ujian sekolah di dunia ini sudah berkembang sangat pesat. ”Soal UN menggunakan pilihan ganda hanya di Indonesia saja,itu bodoh dan tidak kreatif,”paparnya. Seharusnya, kata Utomo, konsep UN diperbaiki dengan sistem teka-teki dan esai yang memberikan pertanyaan ilmiah seperti yang dilakukan di Jepang. ”Boro-boro UN pelajaran agama, UN sendiri tidak perlu,” tandasnya. Menurut Utomo, tolak ukur kelulusan harus diserahkan kepada guru berdasarkan UU Sisdiknas Pasal 61 ayat 2. (neneng zubaidah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar