SEMARANG, KOMPAS.com - Pakar automotif
Universitas Negeri Semarang (Unnes) Wirawan Sumbodo menilai pemerintah perlu
memasukkan
pembelajaran mobil listrik dalam kurikulum pendidikan, baik
di sekolah maupun perguruan tinggi.
"Untuk mendukung proyek mobil
listrik secara
nasional, saya rasa pembelajaran tentang mobil listrik
perlu disiapkan mulai dari tingkat sekolah menengah kejuruan (SMK)
maupun perguruan tinggi," kata Wirawan, di Semarang, Rabu (30/1/2013).
Menurut
mantan Ketua Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Unnes itu, selama ini
pembelajaran teknologi mobil listrik memang sudah ada di beberapa
program keahlian tertentu di
SMK, seperti jurusan elektronika dan
mekatronika.
Akan tetapi, kata dia, karena masih menjadi bagian
pembelajaran bidang keahlian tertentu di SMK, seperti elektronika dan
mekatronika,
materi pembelajaran tentang teknologi mobil listrik yang
diberikan kepada siswa masih terbatas.
"Kalau pemerintah serius
mengembangkan mobil listrik sebagai proyek mobil nasional seharusnya
digarap serius mulai dari pendidikannya. Perlu ada jurusan khusus mobil
listrik, baik di
SMK maupun perguruan tinggi," katanya.
Tenaga
pengajar, kata dia, bukan menjadi kendala berarti jika pemerintah
serius, sebab pembukaan jurusan mobil listrik tidak mengharuskan semua
tenaga pengajarnya diambilkan dari tenaga asing dari negara-negara maju.
"Tidak
perlu semua tenaga pengajarnya diimpor dari luar.
Guru dan dosen kita
bisa dikirim ke luar negeri, ke negara yang sudah maju teknologi mobil
listriknya. Setelah itu, mereka mengajarkannya di Indonesia," katanya.
Ia
menjelaskan kendala yang dihadapi dalam
pengembangan mobil listrik
selama ini terletak pada komponen baterai atau aki yang masih mengimpor,
sebab Indonesia belum menguasai teknologi baterai yang menjadi komponen
utamanya.
Namun, kata Wirawan yang pernah menjadi Penanggung
Jawab Pusat Desain dan Rekayasa Kendaraan Mikro Unnes itu, semua bisa
diatasi dengan keseriusan pemerintah untuk mau menyokong proyek mobil
listrik dengan
anggaran dana.
"Tidak perlu khawatir,
Indonesia punya banyak orang ’pinter’. Dulu, Industri Pesawat Terbang Nusantara
(IPTN) kan begitu, Indonesia mengirim orang-orangnya belajar ke luar
negeri. Buktinya, bisa membuat pesawat," katanya.
Terlebih lagi,
kata dia, teknologi mobil listrik tidak serumit
teknologi pesawat terbang sehingga menjadi potensi besar Indonesia untuk mengembangkannya
secara serius dan didukung oleh seluruh pihak, terutama pemerintah.
"Saat
ini, sudah beberapa pihak mengembangkan
mobil listrik, seperti Pak
Dahlan Iskan (Menteri BUMN), dan banyak lagi. Peluang ini harus
ditangkap pemerintah, sebab tidak mungkin berhasil jika jalan
sendiri-sendiri," katanya.
Selain itu, kata dia, pemerintah harus
mau menggandeng
negara-negara lain yang sudah berkembang dan maju
teknologi mobil listriknya, seperti Amerika Serikat dan Jerman untuk
bekerja sama menggarap mobil listrik Indonesia.
"Tidak ada
salahnya belajar dari negara lain untuk
proyek mobil listrik dan
pemerintah tidak perlu ragu-ragu. Ini merupakan potensi besar yang harus
dikembangkan karena dampak positifnya juga besar," katanya.
Pengembangan
mobil listrik, kata Wirawan, bisa menekan polusi udara, menghemat
subsidi yang selama ini diberikan untuk bahan bakar minyak (BBM), dan
membuka peluang industri baru yang bisa mengurangi angka pengangguran.